Akhir pekan ini sepertinya akan diisi dengan rebahan. Khal sudah ada jadwal dengan bundanya, entah apa, mungkin rebahan juga. Kerjaan kantor dibiarkan menumpuk dulu, biarlah dikerjakan saat nafsu rebahan sedikit berkurang. Saya mulai muak dengan kerjaan akhir tahun yang tak kunjung kelar, malah terus bertambah. Sebulanan terakhir sibuk di luar kantor membuat saya kangen juga dengan kasur di rumah. Tapi, rebahan must finish jika tak mau kalangkabut dikemudian hari mengerjakan tumpukan berkas laporan. Semoga bisa khusyuk rebahan hari ini, biar rebahannya berkualitas.
Edit Kalender Seadanya
Sampai sekarang belum ada caleg yang mampir ke rumah, sambil kampanye membagikan kalender bergambar wajah dan nomor urut namanya untuk dicoblos April nanti. Karena tak ada kalender gratisan dan lagi gabut, untuk sementara kalender tahun lalu saya edit seadanya. Seberapa penting kalender dalam kehidupan Anda? Melihat kalender sangat penting untuk memastikan ini hari apa, tanggal merah atau hitam, besok ke kantor pakaian apa, dan kira-kira uang di dompet bisa bertahan sampai tanggal berapa agar saya tahu kapan mulai berpuasa. Bagi kalendernya dong!
Dilema Bunga Adenium
Setelah sekian purnama berlalu, tanaman adenium di depan rumah akhirnya berbunga juga. Dari mulai muncul bunga yang belum mekar hingga mekar sepasang begini membutuhkan waktu sekitar dua setengah minggu, lama! Bunga kamboja Jepang ini punya satu-satunya, beda dengan tetangga yang punya banyak, berbunga banyak pula. Bikin iri saja. Karena mulai berbunga, saya simpan di dalam pagar, berteduh. Padahal bunga adenium adalah jenis tanaman yang senang cahaya matahari berlimpah. Tapi takutnya kalau disimpan di luar bunganya habis dicabut anak lorong yang main masak-masakan.
Senja di Dermaga Untia
Jumat pekan kemarin saya jalan-jalan ke Pelabuhan Perikanan Untia, tak jauh dari rumah, tujuannya sederhana: melihat matahari tenggelam, sunset. Sebagai penikmat senja, pantai adalah salah satu spot terbaik menghayati dan meresapi nikmatnya senja. Tak ada penghalang (seperti gedung ataupun gunung), matahari dengan leluasa dilihat dari masih kelihatan penuh sampai benar-benar hilang (seperti) ditelan bumi. Saya yakin, pemandangan seperti ini sudah tak bisa dinikmati di Pantai Losari yang direklamasi itu. Sunset saya potret dengan bahagia, matahari tenggelam sempurna saat saya di ujung dermaga.
Enak Tinggal di Desa?
Sedari kecil saya selalu punya impian tinggal di desa, di depan rumah ada sawah menghampar luas, walaupun sawah punya tetangga. Entahlah, sepertinya enak tinggal di desa, sepertinya tenang. Padahal lain padang lain belalang, lain tempat lain masalahnya (begitukah pepatahnya?). Selain jauh dari akses minimarket (seperti di kota kalau lapar tinggal ke indomaret beli indomie), sulit air bersih dan penyakit kulit sering menghampiri masyarakat yang tinggal di desa. Sering-seringlah menggaruk apabila serangga dari tanaman padi hinggap di kulit. Nikmati saja pemandangannya, sambil melamun.
Tape Ketan Hitam Soppeng
Tape ketan hitam buatan mama, disantap bersama es batu malam ini. Hampir saja saya lupa, ternyata tapenya sudah “masak”. Kemarin dulu usia tape baru 2 hari, kata mama belum masak. Hari ini sudah 4 hari, sudah masak. Kalau lebih lama, si tape bisa memabukkan. Cara menghentikan fermentasinya adalah dengan memasukkannya ke kulkas. Soppeng terkenal dengan tape ketan hitamnya, bisa dibilang kuliner khas Soppenglah. Sudah ada yang menjualnya di daerah Paccerakkang Makassar, dijual di mobil tidak keliling. Tapi, paling enak buatan mama. Mau?
Obat Puyeng
Pulang-pulang, lelah baru terasa saat sampai di rumah Papa Boss. Semakin lelah saat yang diharapkan menyambut ternyata belum pulang juga. Lelah berkali lipat saat si kecil Khal rewel, meminta sesuatu yang sepertinya mustahil diwujudkan. Khal mau ke sekolah, main-main, padahal sekolah kan sudah tutup sore begini. Rewelnya minta ampun, sampai teriak-teriak. Puyeng bukan? Sebagai ayah, saya hanya memberitahunya baik-baik, sambil mbatin dan menghela nafas pendek. Daripada makin puyeng, lebih baik mengutak-atik gawai, melihat hasil foto hari ini. Karst Rammang-Rammang ini favorit saya.
Langit Merah Senja
Saya selalu terpesona dengan pemandangan senja. Ada rasa unik, khusyuk saat langit memerah di ujung barat saat matahari terbenam. Rasanya seperti di negeri antah berantah, seperti dalam mimpi. Kalau sedang di jalan (kebanyakan sedang dalam perjalanan pulang dari kerja) dan ada kesempatan berhenti, saya menepikan motor dan memotret langit senja seperti ini. Walaupun kabel listrik sedikit mengganggu pemandangan, saya tetap menikmatinya. Dimana pun, selama tidak mendung apalagi hujan, pemandangan senja pasti sama indahnya. Masya Allah, semoga masih diberi usia untuk menikmati bumiNya.
Photoshop Express: Gleam
Banyak pilihan editing foto secara instan. Selain editing foto yang ekstrim seperti sketsa, ada juga yang edit foto sederhana dan alami sebatas pengaturan kontras dan warna. Saat ini saya lagi suka-senangnya editing foto dengan Photoshop Express. Pun tidak semua mode saya pakai, hanya modus Gleam yang paling sering terpakai. Dengan Gleam, hasil foto tampak lebih terang. Contohlah foto sawah ini yang sebelumnya tampak kusam, setelah dipermak jadilah sawah tampak lebih hijau dan langit seakan lebih biru. Foto sebelumnya juga pakai mode ini.
Kota Metro Makassar
Kota Makassar difoto dari ketinggian tampaknya belum seperti kota metropolitan (bahkan megapolitan). Gedung tinggi masih seiprit, mungkin malah tidak ada gedung (pencakar langit). Ataukah ngambil fotonya terlalu tinggi? Ah tidak juga. Foto ini dari lantai 16 sebuah hotel di pusat kota Makassar. Beda pemandangannya kalau di Jakarta atau Tokyo, pencakar langit disana-sini menghalangi hamparan pemandangan. Gungung yang sangat jauh itu (mungkin gunung Bawakaraeng atau Latimojong atau Lompobattang atau Bulusaraung) masih bisa kelihatan. Langitpun masih terlihat sedikit biru. Diedit seadanya biar sedikit keren.